Sabtu, 05 Februari 2011

Habibie: Agar Unggul, Harus Bebas dan Merdeka

Habibie: Agar Unggul, Harus Bebas dan Merdeka
Ada negara bebas, tapi tak merdeka. Ada negara merdeka, tapi tak bebas.

Arfi Bambani Amri
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan BJ Habibie (Antara/ Widodo S Jusuf)

VIVAnews - Bagi bekas Presiden BJ Habibie, kebebasan dan kemerdekaan merupakan dua hal berbeda. Untuk menjadi negara yang unggul, kedua aspek itu harus ada.

"Untuk menjadi unggul, harus merdeka dan bebas," kata Habibie dalam pidato di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu 5 Februari 2011. "Banyak negara yang merdeka tapi rakyatnya tidak bebas, dan banyak negara bebas tapi rakyatnya tidak merdeka."

Dua syarat itu, kata Habibie, harus diisi dengan sinergi tiga elemen yakni budaya, agama dan ilmu pengetahuan. "Selain itu ada proses pembudayaan, yaitu proses antara budaya dan agama. Jadi harus ada pendidikan untuk melengkapi dua sinergi tersebut," kata ahli di bidang aeronautika itu.

"Jadi (istilah) Departemen Pendidikan (sekarang Kementerian Pendidikan Nasional) tesebut tidak cocok. Seharusnya Departemen Pendidikan dan Pembudayaan," ujar Habibie yang kemudian disambut tepuk tangan hadirin di Gedung Sportorium UMY itu.

"Manusia di bumi manapun, baik itu di Amerika, Rusia, Jerman, Inggris, China, semuanya membutuhkan dua sinergi yaitu Pendidikan dan Pembudayaan untuk menjadi unggul," kata Habibie.

"Kalau orang hanya unggul dalam kebudayaan saja tapi tidak diseimbangkan dengan ilmu pengetahuan, itu akan ketinggalan dalam Iptek, jadi tidak bisa bikin air minum yang bersih misalnya," ujarnya. "Kalau orang menguasai Iptek tapi tidak menguasai pembudayaan itu berbahaya. Bisa menghalalkan segala cara."

Dan teknologi utama yang harus dikuasai, kata Habibie, adalah teknologi dirgantara dan teknologi kapal laut. Pesan yang sama, kata Habibie, pernah disampaikan Presiden Soekarno pada tahun 1949.

"Lima belas tahun yang lalu, tahun 1995, pesawat N250 terbang dibuat Indonesia. Di Dirgantara Indonesia ada 16 ribu karyawan. Dari 16 ribu orang yang bekerja di Dirgantara, anak Negeri itu sekarang di mana mereka? Mereka dipakai di Brazil, Eropa dan negara lain. Mereka tidak diberi tempat di negerinya sendiri," kata Habibie. "Mereka adalah anak-anak saya."
Laporan Erick Tanjung | Yogyakarta
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar